Fraksi-fraksi minyak bumi (LNG, LPG, Petroleum Eter, Bensin, Kerosin, Solar, Oli, Lilin,
Aspal)adalah senyawa hidrokarbon yang banyak dimanfaatkan dalam kehidupan
sehari-hari contohnya minyak bumi. Karena pentingnya minyak bumi bagi
kelangsungan hidup kita, maka pada bab ini akan dibahas proses terbentuknya
minyak bumi, penyulingan minyak bumi, fraksi-fraksi minyak bumi, dan dampak
pembakaran minyak bumi.
Sekarang ini pemakaian minyak bumi semakin
meningkat dengan meningkatnya berbagai macam industri. Karenaselain untuk rumah
tangga pemakaian minyak bumi dalam industri menjadi sangat vital, bahkan
menduduki peringkat pertama dalam pemakaian bahan bakar. Permasalahan minyak
bumi tidak lagi menjadi masalah ekonomi tetapi sudah menjadi masalah politik.
Permasalahan yang muncul belakangan ini adalah semakin menipisnya cadangan
minyak bumi di seluruh dunia. Mengapa bisa terjadi? Perlu kiranya kita tahu
bagaimana proses terbentuknya minyak bumi.
Minyak bumi terbentuk dari peruraian
senyawa-senyawa organik dari jasad mikroorganisme jutaan tahun yang lalu di
dasar laut. Hasil peruraian yang berbentuk cair akan menjadi minyak bumi dan
yang berwujud gas menjadi gas alam. Proses peruraian ini berlangsung sangat
lamban sehingga untuk membentuk minyak bumi dibutuhkan waktu yang sangat lama.
Itulah sebabnya minyak bumi termasuk sumber bahan alam yang tidak dapat
diperbarui, sehingga dibutuhkan kearifan dalam eksplorasi dan pemakaiannya.
Untuk mendapatkan minyak bumi ini dapat dilakukan dengan pengeboran.
Minyak bumi merupakan campuran senyawa-senyawa
hidrokarbon. Untuk dapat dimanfaatkan perlu dipisahkan melalui distilasi
bertingkat, yaitu cara pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi berdasarkan
perbedaan titik didihnya pada kolom bertingkat. Komponen utama minyak bumi dan
gas alam adalah alkana.
Gas alam mengandung 80% metana, 7% etana, 6%
propana, 4% butana dan isobutana, sisanya pentana. Untuk dapat dimanfaatkan gas
propana dan butana dicairkan yang dikenal sebagai LNG (Liquid Natural Gas).
Karena pembakaran gas alam murni lebih efisien dan sedikit polutan, maka gas
alam banyak digunakan untuk bahan bakar industri dan rumah tangga. Dalam tabung
kecil sering digunakan untuk kemah, barbekyu, dan pemantik api. LNG juga banyak
digunakan untuk bahan dasar industri kimia seperti pembuatan metanol dan pupuk.
Senyawa penyusun minyak bumi: alkana,
sikloalkana, dan senyawa aromatik. Di samping itu terdapat pengotor berupa
senyawa organik yang mengandung S, N, O, dan organo logam. Dari hasil distilasi
bertingkat diperoleh fraksifraksi LNG, LPG, petroleum eter, bensin, kerosin,
solar, oli, lilin, dan aspal.
Tabel 1. Fraksi-fraksi minyak bumi
|
Fraksi
|
Jumlah atom C
|
Titik didih (°C)
|
Kegunaan
|
|
Gas
|
1–4
|
(–160)–30
|
Bahan bakar LPG,
sumber hidrogen, bahan baku sintesis senyawa organik.
|
|
Petroleum eter
|
5–6
|
30–90
|
Pelarut.
|
|
Bensin (gasoline)
|
5–12
|
70–140
|
Bahan bakar
kendaraan.
|
|
Nafta (bensin berat)
|
6–12
|
140–80
|
Bahan kimia
(pembuatan plastik, karet sintetis, detergen, obat, cat, serat sintetis,
kosmetik), zat aditif bensin.
|
|
Minyak tanah
(kerosin),
|
9–14
|
180–250
|
Rumah tangga.
|
|
Avtur
(Aviationturbine kerosene)
|
|
|
Bahan bakar mesin
pesawat terbang.
|
|
Solar dan minyak
diesel
|
12–18
|
270–350
|
Bahan bakar diesel,
industri.
|
|
Pelumas (Oli)
|
18–22
|
350 ke atas
|
Pelumas.
|
|
Parafin/lilin/malam
|
20–30
|
350 ke atas
|
Lilin, batik, korek
api, pelapis kertas bungkus, semir sepatu.
|
|
Aspal
|
25 ke atas
|
350 ke atas
|
Pengaspalan jalan,
atap bangunan, lapisan antikorosi, pengedap suara pada lantai.
|
Bensin akhir-akhir ini menjadi perhatian utama
karena pemakaiannya untuk bahan bakar kendaraan bermotor sering menimbulkan
masalah. Kualitas bensin ditentukan oleh bilangan oktan, yaitu bilangan yang
menunjukkan jumlah isooktan dalam bensin.
Bilangan oktan merupakan ukuran kemampuan bahan
bakar mengatasi ketukan ketika terbakar dalam mesin. Bensin merupakan fraksi
minyak bumi yang mengandung senyawa n–heptana dan isooktan. Misalnya bensin
premium yang beredar di pasaran dengan bilangan oktan 80 berarti bensin
tersebut mengandung 80% isooktan dan 20% n–heptana.
Bensin super mempunyai bilangan oktan 98 berarti
mengandung 98% isooktan dan 2% n–heptana. Pertamina meluncurkan produk bensin
ke pasaran dengan 3 nama, yaitu: premium (bilangan oktan 80–88), pertamax
(bilangan oktan 91–92) dan pertamax plus (bilangan oktan 95). Penambahan zat
antiketukan pada bensin bertujuan untuk memperlambat pembakaran bahan bakar.
Untuk menaikkan bilangan oktan antara lain ditambahkan MTBE (Metyl Tertier
Butil Eter), tersier butil alkohol, benzena, atau etanol.
Penambahan zat aditif Etilfluid yang merupakan
campuran 65% TEL (Tetra Etil Lead/Tetra Etil Timbal), 25% 1,2-dibromoetana dan
10% 1,2-dikloro etana sudah ditinggalkan karena menimbulkan dampak pencemaran
timbal ke udara. Timbal (Pb) bersifat racun yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan seperti pusing, anemia, bahkan kerusakan otak. Anemia terjadi karena
ion Pb2+ bereaksi dengan gugus sulfhidril (–SH) dari protein sehingga
menghambat kerja enzim untuk biosintesis hemoglobin. Reaksinya:
Protein–SH + Pb2+ +
SH–protein → protein–S–Pb–S–protein
+ 2H+
Permintaan pasar terhadap bensin cukup besar
maka untuk meningkatkan produksi bensin dapat dilakukan cara-cara :
1. Cracking (perengkahan), yaitu pemecahan
molekul besar menjadi molekul-molekul kecil. Contoh:
C10H22(l) → C8H18(l) + C2H4(g)
2. Reforming, yaitu mengubah struktur molekul
rantai lurus menjadi rantai bercabang.
3. Alkilasi atau polimerisasi, yaitu penggabungan
molekulmolekul kecil menjadi molekul besar. Contoh:
a. propena + butena → bensin
b. isobutana + isobutena → isooktana
Dampak pembakaran bensin dapat diatasi dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1.
Produksi bensin ramah lingkungan (tanpa timbal).
2.
Penggunaan converter katalitik pada sistem pembuangan kendaraan.
3.
Penggunaan Electronic Fuel Injection (EFI) pada sistem bahan
bakar.
4.
Penghijauan atau pembuatan taman kota.
5.
Penggunaan energi alternatif.
Referensi :
Harnanto, A. dan Ruminten. 2009. Kimia 1 : untuk
SMA/MA Kelas X. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, p.
194.




